rnw.nl BANDA ACEH- Pemerintah Indonesia diminta belajar dari Belanda soal penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Jika negara bekas penjajah itu berani bertanggungjawab atas kasus pelanggaran HAM di Rawagede, Jawa Barat 1947 silam, Pemerintah harusnya juga mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM semasa konflik di Aceh untuk memberi keadilan bagi keluarga korban.
Direktur Pelaksana Koalisi NGO HAM Aceh, Evi Narti Zain mengatakan, Belanda telah menunjukkan pembelajaran penting bagi upaya penegakan HAM, bahwa kasus pelanggaran HAM tidak mengenal kadaluarsa selama penyelesaian yang adil dan bermartabat belum dilaksanakan.
“Jika bekas penjajah mau bertanggungjawab terhadap rakyat Indonesia, mengapa tidak Pemerintah Indonesia juga bertanggungjawab terhadap rakyatnya sendiri?,” katanya di Banda Aceh, Rabu (21/9/2011).
Pengadilan Sipil Den Haag, Belanda 14 September lalu memutuskan bahwa Belanda bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM di Rawagede, 9 Desember 1947. Hakim menyatakan Belanda telah membunuh warga Rawagede yang diakui sebagai warganya sendiri yang tunduk kepada hukum Belanda. Hukum Belanda berlaku di Hindia Belanda (Indonesia) hingga tahun 1949.
Menurutnya di Aceh banyak kasus-kasus pelanggaran HAM terjadi semasa Provinsi paling ujung Sumatera itu dirundung konflik bersenjata antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, harusnya diakui oleh Negara.
Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah pembantaian di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie saat pemberlakuan Daerah Operasi Militer (1989-1998), tragedi Gedung KNPI Aceh Utara, tragedy Simpang KKA Lhokseumawe, Tragedi Arakundo di Aceh Timur dan puluhan kasus-kasus pelanggaran HAM lain yang merengut banyak korban jiwa.
“Data-data yang telah terkumpul sejak beberapa tahun lalu sudah cukup menjadi alat bukti untuk membawa kasus-kasus tersebut ke pengadilan. Koalis NGO HAM punya data-data tersebut,” ujar Evi.
“Misalnya, kasus Simpang KKA tahun 1999 di Lhokseumawe. Tragedi berdarah yang merenggut puluhan korban jiwa itu, terekam jelas siapa pelaku, namun hingga saat ini tidak ada penyelesaian hukumnya,” sebut dia.
Evi mengatakan Komnas HAM sejak 2001 sudah membentuk tiga tim untuk menginvestasi kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh namun hingga kini hasilnya masih sebatas rekomendasi, belum ada yang sampai ke Pengadilan padahal bukti-buktinya sudah cukup menjadi alat bukti.
“Pemerintah untuk tidak hanya menyambut baik putusan pengadilan Belanda terhadap kasus Rawagede, tapi juga wajib mengkuti apa yang telah dilakukan oleh negara bekas penjajah Indonesia tersebut,” kata dia. [okezone.com]
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Anonim
by www.berabe.net