Video 3GP atau film yang menampilkan adegan seks ABG (anak baru gede) dan pelajar dari SMP, SMA hingga mahasiswi / mahasiswa menjadi karya-karya visual yang memenuhi etalase dunia perfilman tanah air. Jika menggunakan standar yang ada untuk mengukur kepopulerannya (jumlah penonton) maka bisa dipastikan film/video yang lahir tidak semata-mata dengan kepentingan komersil ini akan berada jauh diatas film-film laris macam Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi dkk. Namun sayangnya, video-video seks ini tidak mendapatkan tempat di ajang seperti Festival Film Indonesia (FFI) dsb. So, underground menjadi label yang seakan tetap melekat dan bahkan cenderung menjadi sebuah alibi dan pembelaan dari pihak-pihak yang mencoba cuci tangan!
Ok, kita semua tampaknya sepakat, jika kita kaji secara agama dan norma sosial (maupun hukum positif/hukum Negara), produksi, distribusi dan konsumsi video atau film mesum, seks dan porno adalah hal yang salah. Ukurannya adalah salah/benar dan atau hitam/putih.
Tapi dalam bahasan kali ini, merujuk pada hasil diskusi sengit saya bersama kawan-kawan lama akhir pekan lalu, dalam artikel ‘kajian budaya’ ini, saya ingin tempatkan dulu Video/Film Seks khususnya Video Seks Remaja/ABG atau Pelajar sebagai sebuah karya seni. Ya, sebuah karya yang tentunya lahir dan hadir dengan membawa sejumlah pesan baik yang tersirat maupun yang tersurat. Sebuah pesan yang tentunya harus dilihat dan dibaca secara objektif. Khususnya dalam genre dokumenter dan dokudrama. Karya seni yang terlahir karena dibidani oleh banyak hal dan nilai, seperti kepolosan, cinta, kebencian atau bahkan sebuah pemberontakan.
Nilai-nilai pemberontakan, eksistensi, ekpresi bahkan frustasi bisa kita tangkap dari film/video seks yang diproduksi dan diperankan oleh khususnya remaja Indonesia, khususnya kaum ABG dan pelajar. Mereka (khususnya) yang merekam sendiri, telepas Ia kecolongan atau tidak dokumentasinya terpublikasikan secara luas, mereka bisa dibilang miskin pengakuan dalam hidupnya, melalui karya dokumenternya mereka seakan ingin mengatakan : “Woi gua bisa main XXX! Jago kan gw?!” – Sebuah usaha yang dilakukan untuk mengejar eksistensi dan atau pengakuan!?
Seperti halnya fenomena tawuran (anak muda), video seks remaja kembali membuktikan adanya keterbatasan ruang untuk berekspresi bagi para remaja di negeri ini, entah itu dibatasi atau tidak, faktanya banyak energi yang disalurkan kearah yang negatif. Disinilah kemudian semua pihak harus secara bijak menyikapinya! Apakah memang benar, adanya pembatasan yang membuat kaum remaja tidak bebas mengekpresikan dirinya? (ingat : adalah hal manusiaswi setiap orang ingin diakui dan dipuji) – Adakah pendidikan, sekolah dan orangtua terlalu otoriter mengekang siswa/anaknya hingga energi besar yang ada pada mereka tidak diarahkan dengan baik? Pertanyaan ini yang tentunya harus dijawab bersama!
Sebagai sebuah karya, video/film seks ABG, Pelajar dan remaja yang ada di Indonesia adalah bukan sekedar seni dokumenter, bukan sekedar menampilan adegan-adegan visual yang mengundang birahi para penontonnya. Lebih dari sekedar birahi, karya-karya dokumenter tersebut memiliki pesan yang harus disikapi secara konstruktif dan evaluatif oleh semua pihak. Tidak hanya menempatkan pembuat dan pemain sebagai objek yang harus dihakimi! Tempatkanlah mereka sebagai pihak yang butuh solusi agar bisa mengekpresikan dirinya kearah yang positif!
Video Seks ABG dan Pelajar : Bukan Sekedar Film Dokumentersumber: http://goyangkarawang.com/2010/05/video-seks-abg-dan-pelajar-bukan-sekedar-film-dokumenter/
Judul: Video Seks ABG dan Pelajar : Bukan Sekedar Film Dokumenter
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Anonim
by www.berabe.net
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Anonim
by www.berabe.net