Perbedaan jatuhnya hari raya Islam itu terkait dengan penggunaan kalender bulan atau kelender matahari.
Peneliti senior astronomi dan astrofisika di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin mengatakan sistem kalender yang mapan memiliki tiga syarat yaitu otoritas yang menentukan, batas wilayah dan kriteria.
Sistem Kalender Matahari adalah salah satunya yang memenuhi ketiga syarat tersebut. Pertama, otoritas yang menentukan adalah Paus Gregorius XII. Wilayah yang dicakupi adalah seluruh dunia dengan batas yang disepakati berpatokan lautan pasifik. Sedangkan kriterianya berdasarkan tahun kabisat.
Sedangkan Kalender Bulan, menurut Thomas, memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya otoritas belum ada, meskipun secara nasional dipegang oleh Kementerian Agama.
Ketiadaan kesepakatan dan kriteria ini adalah awal dari penyamaan persepsi penentuan tanggal atau perayaan Islam di seluruh dunia.
Dalam menentukan penanggalan terdapat dua cara, yaitu metode hisab (penghitungan) dan rukyat (pengamatan) dengan melihat hilal (bulan sabit baru).
Secara astronomi hisab dan rukyat mudah disatukan dengan menggunakan kriteria visibilitas hilal (ketampakan bulan sabit pertama) atau imkanur rukyat (kemungkinan bisa dilihat).
Kriteria itu didasarkan pada hasil rukyat jangka panjang yang dihitung secara hisab, sehingga dua pendapat hisab dan rukyat itu dapat terakomodasi. Kriteria itu digunakan untuk menghindari rukyat yang meragukan, dan untuk penentuan awal bulan berdasarkan hisab.
Muhammadiyah menggunakan kriteria wujud hilal, di mana hilal dilihat apakah muncul di atas ufuk atau belum. Hal itu berdasarkan prinsip wilayatul hukmi, atau wujud di sebagian wilayah diberlakukan untuk seluruh wilayah hukum di seluruh Indonesia.
Persatuan Islam (Persis) menggunakan sistem pembacaan hilal yang sama namum menggunakan kriteria wujud hilal berbeda. Sedangkan di kalangan penganut rukyat, Nahdlatul Ulama (NU) misalnya menggunakan prinsip ketinggian hilal minimal dua derajat.
Untuk Idul Adha tahun ini kembali terjadi keraguan karena Arab Saudi telah melakukan wukuf di hari Senin (15/11). Ini berarti di Indonesia, Idul Adha harusnya bertepatan dengan Selasa (16/11).
Akar masalah berupa ketiadaan kesepakatan kriteria juga diakui oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Dr H Rohadi Abd Fatah. Yang belum bisa di sepakati, sehingga membuat perbedaan hari Idul Adha
Kementerian Agama telah menyepakati aturan 2 derajat. Saat Sidang Isbat awal November lalu, Rohadi mengaku belum melihat jarak bulan dengan matahari sebesar minimum dua derajat.
Berdasarkan pertemuan Majelis Ulama se-Asia Tenggara, disepakati bahwa 10 Zulhijah bertepatan pada 17 November. Mereka menggunakan teknologi dan ilmu falak. Pemerintah Indonesia sendiri dengan tegas mengatakan 10 Zulhijah bertepatan pada 17 November.
sumber:inilah
Judul: Mengapa Hari Idul Adha ada dua
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Anonim
by www.berabe.net
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh Anonim
by www.berabe.net